Ecobiz.asia — Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (GAKKUM) Kementerian Kehutanan bersama Satgas Garuda dan dukungan Komisi IV DPR RI mulai menertibkan Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah memulihkan 3,7 juta hektare kawasan hutan yang tidak dikelola sesuai fungsinya.

Satgas Garuda, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH), telah memulai operasi di TNTN seluas 81.739 hektare.
Sekitar 40.000 hektare di antaranya telah dibuka dan ditanami sawit secara ilegal.
Baca juga: Dua Spesies Baru Begonia Ditemukan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya
“Presiden menargetkan hasil awal pemulihan kawasan TNTN akan diumumkan pada 17 Agustus 2025,” ujar Direktur Jenderal GAKKUM Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, Kamis (19/6/2025).
Ia menyatakan rehabilitasi akan dilakukan melalui skema padat karya, restorasi ekosistem, serta penegakan hukum secara menyeluruh dengan pendekatan yang humanis dan kolaboratif.
Ia juga menekankan perlunya dukungan lintas sektor, mengingat jumlah Polisi Hutan masih belum sebanding dengan luas kawasan yang harus diamankan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ahmad Johan, menyatakan penertiban TNTN merupakan kebutuhan mendesak dan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan represif.
“Kita perlu kebijakan terpadu, koordinasi antarsektor, serta keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan,” ujarnya.
Komisi IV juga meminta penjelasan terkait tahapan kerja Satgas di lapangan, peran pemerintah daerah dan LSM, skema transisi sosial bagi warga terdampak, serta penindakan hukum terhadap pelaku perambahan dan audit kepemilikan sawit ilegal. Beberapa anggota DPR juga mendesak agar pemerintah menindak cukong, perusahaan besar, serta memeriksa terbitnya SHM ilegal yang diduga melibatkan oknum pemerintah.
Komandan Satgas Garuda melaporkan bahwa degradasi hutan TNTN semakin parah dalam dua dekade terakhir, berdampak pada penurunan populasi gajah dan rusaknya ekosistem.
Dari sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di dalam kawasan, hanya 10% merupakan warga asli.
Dengan kekuatan 380 personel yang tersebar di 13 titik, Satgas telah membangun pos penjagaan, memasang portal, dan memulai pengosongan secara persuasif.
Sejumlah warga disebut mulai secara sukarela meninggalkan kawasan. Satgas juga mengidentifikasi 1.805 SHM yang terbit di dalam kawasan TNTN dan kini sedang diverifikasi bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Target kami adalah menunjukkan kehadiran negara dalam penegakan hukum di kawasan hutan,” ujar Komandan Satgas.
Ia menyebut proses hukum akan berjalan dalam dua tahun ke depan dengan mengedepankan pendekatan non-kekerasan.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau juga menyatakan komitmennya mendukung instruksi Gubernur dengan membentuk Tim Pemulihan Pasca-PKH TNTN.
Pemerintah daerah akan mengidentifikasi penduduk dan memfasilitasi transisi sosial secara adil dan berkelanjutan. ***