MORE ARTICLES

Adopsi EV Terkendala Subsidi dan Infrastruktur, VKTR Minta Dukungan Pemerintah

Ecobiz.asia – Chief Executive Officer PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR), Gilarsi Wahju Setijono, menyatakan bahwa adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih menghadapi sejumlah hambatan, terutama terkait kebijakan subsidi dan infrastruktur yang belum mendukung. 

Hal ini ia sampaikan dalam acara Indonesia Zero Emission Heavy-Duty Vehicle Summit 2025 di Jakarta, Selasa (27/5/2025).

- Advertisement - Iklan

Menurut Gilarsi, teknologi kendaraan listrik (EV) saat ini sudah jauh lebih andal dibandingkan kendaraan bermesin pembakaran dalam (combustion engine), baik dari sisi efisiensi maupun ketahanan operasional.

Baca juga: WRI: Transisi Bus dan Truk Listrik Kunci Kurangi Emisi dan Polusi Udara

“EV itu sudah jauh lebih robust, bahkan comparable dengan kendaraan diesel. Tingkat kerusakan dan ketidakpastian kerusakannya jauh lebih rendah,” ujarnya.

Namun, ia menilai tantangan utama bukan pada sisi teknologi, melainkan ketimpangan dalam kebijakan subsidi. Ia menyoroti bahwa kendaraan diesel masih mendapatkan subsidi bahan bakar, sedangkan kendaraan listrik, terutama bus dan truk, belum mendapat perlakuan serupa.

“Kita disuruh berlomba dengan kendaraan diesel yang disubsidi, padahal beban operasional kendaraan listrik lebih tinggi tanpa dukungan insentif,” tegasnya.

Gilarsi juga menyoroti potensi besar kendaraan listrik dalam hal pemeliharaan prediktif (predictive maintenance), karena kemampuan pemantauan komponen secara real-time. Hal ini dinilai akan meningkatkan efisiensi dan keselamatan operasional kendaraan.

“Kita bisa monitor tekanan ban dan seluruh komponen secara real-time. Ketika keluar dari parameter yang ditentukan, kita bisa prediksi kapan harus perawatan,” jelasnya.

Ia mendorong pemerintah untuk memberikan insentif yang setara bagi kendaraan listrik, seperti pengurangan pajak atau mekanisme subsidi biaya operasional per kilometer. Menurutnya, kesetaraan biaya operasional antara kendaraan listrik dan diesel menjadi kunci untuk menciptakan pasar yang adil dan kompetitif.

Soal infrastruktur, Gilarsi menilai rendahnya populasi kendaraan listrik menyebabkan lambatnya pembangunan infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Daya Ultra Cepat.

“Populasi EV harus ditingkatkan lebih dulu agar bisa men-trigger pasar dan infrastruktur pendukung bermunculan,” katanya.

Baca juga: Green Financing yang Inklusif Kunci Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan

Baca Juga:  Inovasi Metode Steamflood PHR Berhasil Tingkatkan Produksi di Zona Rokan, Perkuat Ketahanan Energi Nasional

Saat ini, menurutnya, permintaan kendaraan listrik masih didominasi oleh perusahaan yang sudah berkomitmen terhadap pengurangan emisi dan melihat manfaat jangka panjang. Sementara sebagian besar perusahaan masih memilih kendaraan diesel karena lebih murah akibat subsidi.

“Permintaan EV sejauh ini datang dari perusahaan yang punya komitmen terhadap emisi. Tapi mayoritas masih memilih kendaraan diesel karena lebih murah secara operasional,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Gilarsi juga mengungkapkan bahwa pabrik VKTR di Magelang akan mulai beroperasi pada 29 Mei 2025 dengan kapasitas produksi 3.000 unit bus dan truk per tahun. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ditargetkan di atas 40 persen untuk bus dan 20–30 persen untuk truk.

Dengan berbagai tantangan tersebut, VKTR berharap pemerintah segera menetapkan kebijakan insentif yang adil agar ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dapat berkembang lebih cepat dan berkelanjutan. ***

MORE ARTICLES

LATEST