Ecobiz.asia – Heru Permana, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum–Ciliwung, Kementerian Kehutanan, berdiri di antara rak-rak tray berlubang berisi bibit sengon di Persemaian Permanen Rumpin, Kabupaten Bogor, Sabtu (17/5/2025).
Matanya terarah pada tiap batang halus berwarna hijau muda. Ia mencermati pertumbuhan daun hingga kekokohan pangkal batang. Pengamatan itu dilakukan untuk memastikan bibit sengon yang akan ditanam di lahan kritis benar-benar berkualitas baik—tahan penyakit, cepat tumbuh, dan berakar kuat.

Persemaian Rumpin adalah salah satu garda terdepan Indonesia dalam penyediaan bibit berkualitas untuk kegiatan rehabilitasi hutan maupun lahan. Diinisiasi sejak tahun 2020 dan mulai dibangun pada awal 2021 melalui skema kerja sama publik-swasta, pusat persemaian ini diresmikan Presiden Joko Widodo pada 10 Juni 2022.
Memiliki luas lebih dari 120 hektar, fasilitas modern ini dilengkapi nursery house berpendingin, sistem irigasi otomatis berbasis sensor kelembapan tanah, hingga laboratorium pengecekan viabilitas benih. Dengan anggaran pembangunan mencapai sekitar Rp 70 miliar, Persemaian Rumpin memiliki kapasitas produksi hingga 12 juta bibit per tahun, mulai dari sengon, mahoni, hingga berbagai jenis tanaman multiguna, seperti alpukat dan nangka.
“Persemaian Rumpin telah mendistribusikan 16,8 juta bibit hingga akhir tahun 2024,” ujar Heru kepada peserta Journalist Workshop on Indonesia’s FOLU Net Sink yang diselenggarakan Kementerian Kehutanan bersama UNDP.
Bibit hasil produksi tidak hanya disalurkan melalui jaringan kementerian; masyarakat desa penyangga hutan juga dapat memesan langsung, begitu pula pihak lain yang menjalankan program rehabilitasi lahan kritis. Setiap batch bibit tercatat nomor seri digital dan dipantau keberadaannya setelah distribusi menggunakan teknologi GPS. Tim lapangan cukup membuka aplikasi untuk memverifikasi bahwa bibit sengon sudah ditanam pada lokasi yang ditetapkan—baik di DAS Citarum-Ciliwung maupun area lain.
Salah satu yang memanfaatkan bibit unggul ini adalah Tree Grower Community. Ketua komunitas, Iqbal Iswandaru, menuturkan bahwa organisasi ini menjadi wadah berkumpul mahasiswa Jurusan Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University. “Kami memiliki persamaan, yaitu gemar menanam pohon,” katanya.
Baca juga: Kemenhut Bersama UNDP Gelar Workshop bagi Jurnalis untuk Dukung Agenda Indonesia’s FOLU Net Sink
Iqbal menceritakan bahwa Tree Grower Community melakukan penanaman di berbagai lokasi hutan dan lahan kritis, serta melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan tersebut. Ia menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda dalam aktivitas penanaman pohon dan rehabilitasi lahan.
“Selain mencegah bencana seperti banjir dan kekeringan, menanam pohon juga menyerap karbon sehingga efektif dalam mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.
Operasionalisasi FOLU Net Sink
Penasihat Senior Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink, Ruandha Agung Sugardiman, menegaskan bahwa aktivitas penyediaan bibit hingga penanaman bukan sekadar program penghijauan, melainkan bagian integral dari operasionalisasi agenda FOLU Net Sink 2030.
Dalam agenda ini, pemerintah menggandeng pemerintah daerah, swasta, LSM, perguruan tinggi, dan masyarakat lokal untuk berkontribusi pada target utama: menjadikan sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sebagai penyerap bersih (net sink) emisi GRK pada tahun 2030.
“FOLU Net Sink adalah kerangka kebijakan yang mencakup rehabilitasi hutan dan lahan, restorasi gambut, konservasi hutan, hingga peningkatan praktik pengelolaan hutan lestari,” jelas Ruandha.
Target emisi gas rumah kaca yang ingin dicapai melalui agenda FOLU Net Sink adalah pada tingkat minus 140 juta ton setara karbon dioksida. Jika berhasil, kontribusi FOLU akan menurunkan emisi nasional hingga hampir 60 persen dibandingkan skenario business as usual.
Semua aktivitas ini tentu memerlukan pendanaan operasional yang tidak sedikit. Agus Justianto, juga Penasihat Senior Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink, membeberkan bahwa selain dari APBN, pendanaan untuk operasionalisasi FOLU Net Sink juga berasal dari Result-Based Contribution (RBC) dari Pemerintah Norwegia atas keberhasilan Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca.
FOLU Net Sink adalah kerangka kebijakan yang mencakup rehabilitasi hutan dan lahan, restorasi gambut, konservasi hutan, hingga peningkatan praktik pengelolaan hutan lestari
Penasihat Senior Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink, Ruandha Agung Sugardiman
Baca juga: Di World Expo Osaka, Indonesia Paparkan Strategi FOLU Net Sink 2030 Buka Peluang Investasi Karbon Hutan
“Ini bukan bantuan donor, tetapi pembayaran berbasis hasil (Result-Based Payment/RBP) yang menjadi hak Indonesia karena berhasil menurunkan emisi,” katanya.
Sejauh ini, RBC telah cair dalam beberapa tahap: tahap I sebesar 54 juta dollar AS, tahap II dan III masing-masing 100 juta dollar AS, dan tahap IV sebesar 60 juta dollar AS. Tahap V masih dalam pembahasan.
“Dana ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dengan prinsip good governance dan akuntabilitas tinggi, agar manfaatnya benar-benar sampai ke lapisan masyarakat terdekat hutan,” tegas Agus.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk menarik pendanaan lebih luas, pemerintah membuka peluang melalui Nilai Ekonomi Karbon, termasuk perdagangan kredit karbon. Pemerintah Indonesia saat ini tengah memperkuat tata kelola untuk menciptakan mekanisme pasar karbon yang transparan dan berintegritas, agar nilai jasa ekosistem hutan dihargai secara layak.
Dukungan bagi pelaksanaan FOLU Net Sink juga datang dari berbagai organisasi internasional. Salah satunya UNDP. Head of Nature, Climate & Energy Unit UNDP Indonesia, Aretha Aprilia, menyampaikan bahwa UNDP, melalui inisiatif Climate Promise, berkomitmen mendampingi Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE), dengan fokus pada program FOLU Net Sink 2030.
Ia menambahkan bahwa dukungan ini bertujuan memastikan potensi penyerapan karbon hutan Indonesia dapat dimaksimalkan secara nasional maupun global.
Baca juga: Indonesia dan Norwegia Perkuat Kerja Sama Strategis Dukung Target FOLU Net Sink 2030
Aretha juga mengungkapkan bahwa UNDP, bersama pemerintah Indonesia, telah menyalurkan lebih dari 130 juta dollar AS melalui Green Climate Fund (GCF) dan BPDLH untuk mendukung berbagai program strategis, termasuk kehutanan sosial, pencegahan kebakaran hutan, dan perlindungan lingkungan.
“Kolaborasi ini adalah bentuk nyata komitmen internasional dalam mendukung langkah Indonesia menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Mahfudz, menegaskan bahwa FOLU Net Sink lebih dari sekadar target angka di atas kertas—ini adalah wujud tanggung jawab bersama dalam menyelamatkan lingkungan dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam.
“Peran jurnalis dan media massa sangat krusial,” tegas Mahfudz. “Kita butuh dukungan penuh publik, dan Anda—para pewarta—adalah jembatan informasi agar setiap kepala desa, setiap investor, dan setiap pemangku kepentingan paham dan tergerak.” ***