MORE ARTICLES

FKKM Luncurkan Panduan Remediasi Sosial FSC, Dorong Restorasi Hutan dan Keadilan Sosial

 Ecobiz.asia — Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) meluncurkan Panduan Penerapan Kerangka Kerja Perbaikan Sosial atau Remedy Framework dari Forest Stewardship Council (FSC), di Jakarta, Rabu (12/6/2025). 

Remedy Framework FSC adalah salah satu kebijakan strategis baru lembaga pengembang sertifikasi hutan FSC sebagai mekanisme untuk memulihkan kerusakan sosial dan lingkungan akibat aktivitas kehutanan di masa lalu, terutama di kawasan yang sebelumnya mengalami konversi hutan alam atau berdampak pada hak masyarakat.
 
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan Laksmi Wijayanti dalam sambutannya melalui tayangan video mengingatkan ekosistem usaha kehutanan yang sehat dinilai berperan penting dalam mewujudkan pemanfaatan hutan yang adil, berkelanjutan, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat serta generasi mendatang. 

- Advertisement - Iklan

Baca juga: Pengusaha Mebel Tolak Pelemahan SVLK, Dorong Promosi Setara PEFC–FSC

Dia menjelaskan pemerintah memiliki kebijakan untuk terus memperbaiki tata kelola kehutanan, salah satunya dengan menjamin terbentuknya ekosistem usaha yang kolaboratif dan inovatif. Menurutnya, usaha besar dan kecil harus bisa saling melengkapi, bukan saling meniadakan.

“Ekosistem usaha yang sehat akan menciptakan peluang ekonomi sekaligus menjamin keselamatan penghidupan masyarakat sekitar hutan,” kata dia.

Direktur Teknis FSC Indonesia, Hartono Prabowo menjelaskan Remedy Framework memungkinkan perusahaan yang terdampak kebijakan konversi FSC—khususnya terkait cutoff date tahun 1994—untuk kembali memenuhi syarat sertifikasi melalui serangkaian tindakan restoratif, baik secara ekologis maupun sosial.

“Remedy bukan soal kembali ke masa lalu, tetapi membangun masa depan yang lebih baik,” ujar dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, menambahkan bahwa Remedy Framework FSC membuka peluang bagi pengembang hutan tanaman untuk memperoleh sertifikasi, yang sebelumnya terkendala kebijakan konversi. 

“Panduan ini memberikan interpretasi operasional yang relevan dan aplikatif terhadap dokumen global FSC, sekaligus mendorong penyelesaian konflik tenurial dan perluasan area rehabilitasi,” jelasnya.

Menurut Indroyono, sertifikasi hutan berperan sebagai alat harmonisasi antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ia menilai keberadaan panduan ini sangat penting untuk memperkuat kepercayaan publik dan daya saing produk kehutanan Indonesia di pasar global. 

Baca Juga:  Kerja Sama Regional Jadi Kunci Sukses Pengelolaan Mangrove ASEAN

“Kami mengapresiasi kerja keras semua pihak yang telah menyusun panduan ini. Semoga menjadi rujukan dalam memperkuat tata kelola kehutanan yang berkeadilan,” ujarnya.

Baca juga: Perhutani Raih Sertifikat FSC Pengelolaan Hutan, Intip Peluang Bisnis Karbon

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif FKKM, Mangarah Silalahi, menjelaskan bahwa panduan ini tidak hanya merespons kebijakan FSC secara teknis, tetapi juga disusun dengan pendekatan partisipatif dan berbasis pengalaman lapangan. 

Panduan ini terdiri dari sembilan fokus utama, mulai dari penguatan persiapan sosial, pemetaan dampak operasional, identifikasi hak-hak masyarakat, hingga penyusunan langkah-langkah remediasi yang berkeadilan dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Setidaknya ada dua alasan FKKM mendukung Remedy Framework. Pertama, kerangka ini mendorong restorasi di wilayah terdampak, baik melalui kerja sama masyarakat maupun skema restorasi ekosistem. Kedua, kerangka ini bisa menjadi strategi penyelesaian konflik sosial dan memperbaiki relasi antara perusahaan dan masyarakat,” terang Mangarah.

Ia menekankan bahwa panduan ini bukan milik satu organisasi, melainkan hasil pengetahuan kolektif dari komunitas yang selama ini terlibat dan terdampak langsung oleh praktik pengelolaan hutan. ****

MORE ARTICLES

LATEST