Ecobiz.asia — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan kesiapannya membangun empat hingga lima Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menangani persoalan sampah dan mendukung transisi energi di ibu kota.
“Jakarta siap untuk itu,” tegas Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Balai Kota, Senin (16/6/2025).

Namun demikian, Pramono menyebut bahwa realisasi proyek ini masih menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) terbaru yang mengatur tata kelola dan skema tarif listrik dari PLTSa.
Baca juga: DevvStream Garap Dua Proyek Energi dari Sampah (Waste to Energy) di Indonesia
“Prinsipnya Jakarta siap, apakah nanti PLTSa-nya lima atau empat unit. Sekarang kami menunggu Perpres dari pemerintah pusat,” ujarnya.
PLTSa merupakan teknologi waste-to-energy yang mengubah sampah padat menjadi energi listrik melalui proses termal seperti pembakaran, pirolisis, atau gasifikasi.
Teknologi ini menjadi solusi ganda: mengurangi volume sampah dan menghasilkan energi alternatif yang lebih bersih.
Saat ini, pemerintah pusat tengah menyusun revisi Perpres No. 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan PLTSa di wilayah perkotaan. Salah satu fokus utama adalah penyesuaian skema tipping fee dan tarif jual beli listrik kepada PT PLN (Persero), yang sebelumnya sempat menjadi kendala utama.
“Terkait tipping fee, itu sekarang tidak lagi menjadi masalah. Teknologi PLTSa juga makin terjangkau dan efisien. Kami optimistis proyek ini bisa berjalan baik di Jakarta,” tambah Pramono.
Diketahui, Jakarta menghasilkan rata-rata 7.700 ton sampah per hari, dan memiliki tumpukan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang yang diperkirakan telah mencapai 55 juta ton. Pembangunan PLTSa menjadi prioritas untuk menekan ketergantungan terhadap landfill dan mengurangi beban lingkungan jangka panjang.
Baca juga: Jurus Menteri LH Atasi Bau di RDF Plant Rorotan: Pisahkan Sampah Organik dan Anorganik
Sesuai kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), PLTSa merupakan bagian dari implementasi kebijakan nasional pengelolaan sampah 2025, yang menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan 70 persen dari total timbulan sampah nasional.
KLH juga menegaskan bahwa waste-to-energy menjadi solusi penting untuk kota besar seperti Jakarta yang menghadapi tekanan volume sampah dan keterbatasan lahan.
Terkait rencana pemanfaatan hasil penjualan listrik, Pramono mengatakan sebagian pendapatan dari PLTSa akan dialokasikan untuk pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa sepanjang 19 kilometer di pesisir utara Jakarta. Proyek ini ditujukan untuk mengantisipasi ancaman rob dan kenaikan muka air laut.
“Dengan APBD Jakarta yang mencapai Rp 91 triliun, kami menargetkan mengalokasikan minimal Rp 5 triliun per tahun untuk mitigasi rob,” ujarnya.
Pramono memastikan komitmen penuh Pemprov DKI dalam mendukung agenda strategis pemerintah pusat, baik dalam pengelolaan sampah maupun penguatan infrastruktur adaptif terhadap perubahan iklim.
“Ini menjadi tantangan bagi kami dan kami akan bekerja keras untuk mewujudkan apa yang menjadi penugasan dari Bapak Presiden,” pungkasnya. ***