Ecobiz.asia – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengembangkan kerangka kerja perdagangan karbon untuk sektor industri untuk mendukung percepatan upaya dekarbonisasi dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050.
“Kami sedang menyusun peta jalan untuk nilai ekonomi karbon dan berencana menerapkan perdagangan karbon di seluruh sektor industri,” kata Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha saat konferensi pers Road to Indonesia International Sustainability Forum 2024, Kamis, 22 Agustus 2024, seperti dikutip dari Petromindo.com.

Sistem perdagangan karbon yang diusulkan akan menggunakan Emission Trading System (ETS). Untuk memfasilitasi hal ini, kemenperin sedang membangun mekanisme pendukung, termasuk lembaga verifikasi untuk mengawasi pelaporan emisi.
Baca juga: Kebakaran Hutan Gunung Guntur, Pertamina Geothermal Energy Terjunkan Tim HSSE Bantu Pemadaman
“Perusahaan-perusahaan perlu memverifikasi dan memvalidasi profil emisi mereka pada tingkat organisasi, sehingga memerlukan banyak lembaga verifikasi dan validasi,” jelas Apit.
Ia menyebutkan bahwa batas emisi (cap) untuk sektor industri akan segera ditentukan. Namun, tantangan utamanya adalah kurangnya data emisi yang lengkap saat ini, akibat tidak semua industri memberikan informasi ini.
“Kami berencana segera menetapkan cap. Tantangannya terletak pada tidak adanya inventarisasi emisi yang lengkap, yang jika ada akan menyederhanakan alokasi alokasi dan menciptakan rasio yang jelas,” tambah Apit.
Baca juga: Harga Karbon RI Melorot 23,6 Persen Sejak Diluncurkan, Transaksi Masih Minim
Sementara itu Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi mengungkapkan skema perdagangan karbon sektor industri akan menargetkan sembilan subsektor prioritas yaitu semen, baja, pulp dan kertas, tekstil, keramik, pupuk, petrokimia, makanan dan minuman, serta transportasi. ****