MORE ARTICLES

Menteri LH Ungkap Progres Revisi Perpres Perdagangan Karbon, Akomodasi Sertifikasi Voluntary

Ecobiz.asia – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan pemerintah sedang menyiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 98 Tahun 2021 yang mengatur tentang perdagangan karbon.

“Sedang rapat-rapat (pembahasan) ya…Sedang (menyiapkan) DIM, Daftar Inventarisasi Masalah,” kata Menteri Hanif yang ditemui usai membuka Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Pengendalian Kebakaran Lahan pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Pemerintah Daerah di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
 
Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional diterbitkan pada 29 Oktober 2021. 

- Advertisement - Iklan

Baca juga: Hutan Rakyat Simpan Karbon Tinggi, Potensial Jadi Solusi Mitigasi Perubahan Iklim

Berdasarkan Perpres 98/2021, perdagangan karbon dalam dan luar negeri harus melalui mekanisme pencatatan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan mengutamakan penggunaan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK) yang dihasilkan melalui mekanisme sertifikasi pengurangan emisi nasional.

Menurut Hanif, revisi Perpres 98/2021 nantinya akan memasukkan mekanisme perdagangan karbon yang dikembangkan oleh pengembang sertifikasi karbon sukarela (voluntary).

“Nanti voluntary carbon trading yang tidak ada di Perpres 98 akan masuk dalam bagian tersendiri, supaya bisa jalan perdagangan karbon,” katanya.

Baca juga: MRA dengan Verra Dapat Sambutan Positif, CEO TruCarbon: Tingkatkan Daya Tarik Kredit Karbon Indonesia

KLH diketahui telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pengembang sertifikasi karbon voluntary internasional seperti Verra, Plan Vivo, dan Gold Standard.

Pengakuan sertifikasi voluntary diharapkan akan meningkatkan penerbitan kredit karbon dari sektor kehutanan yang memang lebih diminati pasar internasional. Saat ini, ketersediaan kredit karbon Indonesia didominasi oleh aktivitas pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor energi dan teknologi.

Kementerian Kehutanan telah mengungkapkan potensi kredit karbon sektor kehutanan mencapai 26,5 juta ton CO2 pada tahun 2025 dengan nilai transaksi dapat mencapai Rp1,6 triliun hingga Rp3,2 triliun.

Baca juga: Perdagangan Karbon Kehutanan, MRA dengan Verra, Gold Standard Rampung Mei 2025

Baca Juga:  Pelantikan Menteri: Bahlil Lahadalia Jadi Menteri ESDM, Rosan Roeslani Jadi Menteri Investasi

Pada kesempatan Rakortek tersebut, Menteri Hanif meminta agar pengusaha perkebunan sawit untuk melakukan upaya pencegahan kebakaran lahan untuk menekan emisi karbon. 

Menurut dia, keberhasilan mencegah kebakaran hutan dan lahan beberapa tahun terakhir membuat emisi karbon Indonesia selalu di bawah business as usual. Hal ini membuat beberapa Negara di Eropa memberikan kontribusi dalam bentuk pendanaan (Result Based Contribution/RBC) kepada Indonesia.

“Ini sejalan dengan upaya kita dalam konteks nilai ekonomi karbon,” katanya. ***

MORE ARTICLES

LATEST