Ecobiz.asia – Meski memiliki misi transisi energi, Presiden Prabowo Subianto sudah menetapkan target swasembada energi yang salah satu caranya adalah meningkatkan produksi migas.
Di sisi lain, kebutuhan energi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan target pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang besar sektor energi, khususnya migas.

Stephen Salomo, Analyst E&P Research Rystad Energy, mengungkapkan, peluang Indonesia di industri hulu migas masih sangat besar. Bahkan Indonesia jadi salah satu negara yang jadi perhatian khusus para pelaku usaha di sektor hulu migas dunia.
Baca juga: Elnusa Beberkan Kesuksesan Survei Seismik Sepanjang 2024, Bukti Kapabilitas Dukung Eksplorasi Migas
Ini tidak lepas dari beberapa temuan giant discovery yang terjadi dalam tiga tahun terakhir.
Dalam strategi transisi energi yang diusung pemerintah terdapat beberapa skenario yang dibagi berdasarkan kecepatan transisi tersebut. Dari beberapa skenario ada satu kesamaaan yang bisa dilihat yakni sama-sama masih membutuhkan migas dalam jumlah yang besar.
“Mau skenario-nya slow transition, mau skenario-nya very fast transition, kita masih perlu minyak,” kata stephen dalam media briefing bertema “Mewujudkan Ketahanan Energi Untuk Capai Cita-cita Indonesia Emas” di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Dalam analisis yang dilakukan Rystad Energy, kawasan Asia Tenggara jadi salah satu wilayah dengan nilai investasi hulu migas terbesar di dunia.
Total investasi proyek hulu migas yang sudah Final Investment Decision (FID) pada tahun 2025 mencapai 21 miliar dolar AS dimana secara persentase investasi tersebut 50% lebih dialokasikan untuk pengembangan cadangan gas.
Potensi cadangan migas di Indonesia saat ini juga sudah mulai bergerak ke wilayah laut dalam. Sebut saja blok Masela. Kemudian ada juga di Geng North, Layaran dan Tangkulo. Hal itu juga terjadi di berbagai wilayah di negara lain.
Menurut Stephen, hal itu dinilai wajar karena dari sisi volume memang rata-rata temuan cadangan migas di migas laut dalam jumlah cadangannya terbilang besar atau giant discovery.
Baca juga: Konferensi Hilir Migas, Peralihan BBM ke Energi Terbarukan Jadi Sorotan
“Sepanjang tahun 2023-2024 ada 5 temuan besar di dunia adalah berasal dari deep water. Kenapa itu semakin didorong, karena discovery-nya selalu besar,” ujar Stephen.
Proyek migas laut dalam juga dinilai akan makin sering digarap. Para kontraktor ke depan tidak akan ragu untuk menggelontorkan investasi karena dengan perbaikan data serta perkembangan teknologi, diharapkan keekonomian proyek migas laut dalam akan semakin baik. Menurutnya tren penurunan ongkos produksi dari kegiatan migas laut dalam yang terjadi di dunia akan juga dialami di Indonesia.
“Kalau kita lihat dari sisi global, pertama teknologinya sudah berkembang, dulu development cost untuk deep water mungkin secara global itu bisa sampai 14 dolar AS per barel oil equivalent (BOE). Sekarang dengan teknologi di Guyana, Suriname, bahkan di Indonesia, kita bisa mencapai rata-rata disekitar 8 dolar AS per BOE. Soalnya dalam waktu kurang lebih dari 10 tahun, perbedaannya jadi signifikan,” jelas Stephen. ***