Ecobiz.asia – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menegaskan komitmennya dalam memperkuat aspek hukum untuk menjaga integritas pasar karbon nasional.
Langkah ini diambil guna mengantisipasi risiko sengketa dan praktik tidak kredibel seiring meningkatnya jumlah proyek karbon di berbagai sektor.

Direktur Tata Kelola Penerapan Nilai Ekonomi Karbon KLH, Wahyu Marjaka, menyatakan bahwa penegakan hukum akan menjadi elemen penting dalam menciptakan pasar karbon yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
“Akan ada aksi-aksi penegakan hukum, terutama secara administratif. Ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk melindungi investasi agar tidak menimbulkan kerugian besar,” kata Wahyu dalam Carbon Talks 2.0 bertajuk “Navigating Indonesia’s Carbon Market: Opportunities Under the Mutual Recognition Agreement” yang diselenggarakan CarbonEthics di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Baca juga: RGE dan TotalEnergies Kembangkan Proyek PLTS dan Baterai di Riau, Dukung Ekspor Listrik ke Singapura
Ia menambahkan bahwa pasar karbon tidak hanya soal mekanisme pasokan dan permintaan, melainkan juga menyangkut aspek legalitas, verifikasi, serta perlindungan hak investor dan masyarakat terdampak.
Pemerintah saat ini telah menerima banyak proposal proyek karbon, namun belum semuanya memenuhi standar integritas yang ditetapkan.
“Yang dibutuhkan bukan hanya suplai karbon, tetapi infrastruktur dan kebijakan yang mendukung kredibilitas pasar. Penegakan hukum adalah bagian dari infrastruktur itu,” tegas Wahyu.
Penegakan hukum akan dimulai dari aspek administratif. Proyek karbon yang tidak memiliki izin resmi, tidak melalui proses validasi dan verifikasi yang sah, atau menggunakan standar yang belum diakui akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku.
KLH juga sedang menyiapkan mekanisme penyelesaian sengketa dan perangkat hukum lain untuk mengantisipasi konflik dalam transaksi karbon, baik di tingkat domestik maupun internasional.
Selain itu, Wahyu menekankan pentingnya Sistem Registri Nasional (SRN) sebagai instrumen utama dalam pengawasan proyek karbon. Sistem digital ini ditargetkan sepenuhnya otomatis pada 2027, sehingga seluruh verifikasi dan pelaporan proyek dilakukan tanpa campur tangan manual.
“Kunci utamanya adalah integritas tinggi. Semua berbasis data yang tervalidasi dan diverifikasi. SRN akan menjadi pusat sistem tersebut,” ujarnya.
Baca juga: Pengusaha Mebel Tolak Pelemahan SVLK, Dorong Promosi Setara PEFC–FSC
Meski menyiapkan langkah tegas, pemerintah juga menyadari bahwa pendekatan hukum tidak boleh represif. Karena itu, penegakan hukum akan dibarengi dengan edukasi, pendampingan, dan transparansi regulasi.
“Tujuannya bukan membatasi, tetapi melindungi. Penegakan hukum ini justru menjadi pagar pengaman agar investasi tidak runtuh karena sistem yang belum siap,” kata Wahyu.
Kebijakan ini sejalan dengan tren global yang bergeser dari pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) menuju pasar karbon kepatuhan (compliance market), terutama menjelang implementasi penuh Perjanjian Paris pada 2030. ***