Ecobiz.asia – Pemerintah telah menerbitkan aturan tentang implementasi pajak karbon berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun membeberkan sejauh mana kesiapan pemerintah untuk mengimplementasikan pajak karbon.

Menurut dia, aturan turunan pajak karbon sedang disiapkan sebagai upaya pemerintah mengurangi emisi karbon dan mendukung keberlanjutan lingkungan di Indonesia.
Baca juga: Pertumbuhan Kendaraan Listrik Gerakkan Perekonomian, Kementerian ESDM: Ciptakan Green Job
“(Penerapan pajak karbon, sedang) kami siapkan terus building block-nya, dari sisi peraturan dan regulasinya,” kata Sri Mulyani di sela menghadiri Indonesia Net-Zero Summit (INZS) di Jakarta, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa persiapan untuk pajak karbon mencakup berbagai aspek, termasuk peraturan, regulasi, serta kesiapan perekonomian dan industri sehingga apabila kebijakan itu diterapkan dapat berjalan secara efektif.
“Persiapan mengenai, kesiapan dari sisi perekonomian dan industrinya,” ujarnya.
Dia juga menyoroti bahwa mekanisme pasar karbon yang sudah ada saat ini merupakan langkah awal penting dalam mengontrol emisi. Sistem itu sebagai alat untuk menilai dan membatasi emisi karbon, yang akan mendukung komitmen pengurangan emisi di masa depan.
“Tapi kan sekarang sudah ada karbon market melakukan cap and trade. Saya rasa itu juga merupakan mekanisme yang bisa terus diakselerasi untuk bisa menciptakan komitmen terhadap berapa emisi yang harus tetap dikontrol,” ucap Menkeu.
Walaupun demikian, Menteri Keuangan tidak memberikan rincian pasti mengenai kapan pajak karbon akan diterapkan secara resmi.
Pemerintah sebenarnya sempat mencanangkan target untuk mengimplementasikan pajak karbon pada tahun 2022. Sektor pertama yang dibidik adalah pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Namun akhirnya rencana tersebut ditunda dan hingga kini pajak karbon belum diimplementasikan. ***