Ecobiz.asia – Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan BRICS High Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development yang digelar di kantor SERPRO, Brasilia, Brasil, Kamis (29/5/2025).
Pertemuan ini dihadiri oleh para Wakil Menteri Lingkungan Hidup dari negara-negara anggota BRICS. Duta Besar RI untuk Brasil, Edi Yusup, turut hadir dalam konferensi tersebut.

Dalam forum tersebut, Wamen Diaz menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam menjalankan aksi iklim berbasis masyarakat desa. Ia menegaskan bahwa Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam menghadapi perubahan iklim global.
Baca juga: MRA Buka Akses Kredit Karbon Kehutanan Indonesia ke Pasar Global
“Presiden kami, Prabowo Subianto, telah menetapkan target Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2050, sepuluh tahun lebih cepat dari komitmen sebelumnya dan sejalan dengan target Brasil,” kata Diaz.
Diaz menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam upaya pencapaian target tersebut, khususnya melalui aksi iklim di tingkat lokal.
“Dengan lebih dari 83 ribu desa, Indonesia menempatkan masyarakat lokal tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi sebagai aktor utama dalam strategi nasional perubahan iklim,” ujarnya.
Dalam presentasinya, Diaz memperkenalkan dua program andalan Indonesia yang melibatkan masyarakat desa dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, yaitu Desa Mandiri Peduli Mangrove dan Program Kampung Iklim (Proklim).
Program Desa Mandiri Peduli Mangrove merupakan inisiatif Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang mendorong keterlibatan sukarela masyarakat desa dalam pelestarian ekosistem mangrove. Masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan seperti ekowisata, silvofishery, dan akuakultur, sekaligus berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca.
Sementara itu, Proklim merupakan program dari KLH yang bertujuan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim serta menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
“KLH memberikan penghargaan kepada desa-desa yang meraih kategori Proklim. Desa dengan label ini juga lebih mudah menjalin kemitraan dengan sektor swasta melalui program CSR,” tambah Diaz.
Dalam forum tersebut, Diaz juga membagikan kisah sukses dari tiga desa penerima rating Proklim Lestari, yaitu Desa Tugurejo di Semarang (Jawa Tengah), Muara Rapak di Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Desa Bodeyan di Sukoharjo (Jawa Tengah). Ketiga desa tersebut menghadapi risiko bencana akibat perubahan iklim namun berhasil melakukan mitigasi dan adaptasi berbasis potensi lokal.
Baca juga: RGE dan TotalEnergies Kembangkan Proyek PLTS dan Baterai di Riau, Dukung Ekspor Listrik ke Singapura
“Setiap desa menghadapi tantangan iklim yang berbeda, namun mereka mampu mengembangkan solusi yang sesuai dengan kondisi dan keunggulan masing-masing,” jelas Diaz.
Sejak diluncurkan pada 2011, Proklim telah menjangkau 11.289 desa di seluruh Indonesia dan berkontribusi terhadap pengurangan emisi lebih dari 2,5 juta ton CO₂e.
Menanggapi paparan Wamen Diaz, Ketua Pertemuan Tingkat Wakil Menteri, Hugo do Valle Mendes, menyatakan kekagumannya terhadap pendekatan Indonesia.
“Semangat kolektif dalam Proklim mencerminkan nilai mutirão, semangat gotong royong dalam budaya Brasil,” ujarnya. ***